Jumat, 17 Februari 2012

HUKUM ACARA PIDANA SEBELUM ZAMAN KOLONIAL

Pada waktu penjajah Belanda datang pertama kali di Indonesia telah tercipta hukum yang lahir dari masyarakat tradisional sendiri yang kemudian disebut Hukum Adat. Pada masa primitive pertumbuhan hukum, yang dalam dunia modern dipisahkan dalam hukum privat dan hukum public, tidak membaadakan kedua bidang hukum itu.
Hukum Acara perdata tidak terpisah dari Hukum Acara Pidana. Tuntutan Perdata dan tuntutan pidana merupakan suatu kesatuan, termasuk lembaga – lembaganya.
Supomo menunjukan bahwa pandangan rakyat Indonesia terhadap alam semesta adalah suatu totalitas yaitu bahwa Manusia beserta makhluk lain dan Lingkungannya merupakan suatu kesatuan, alam gaib dan alam nyata tidak dipisahkan. Sehingga yang paling utama adalah keseimbangan dan keharmonisan antara satu dengan yang lainnya. Segalanya perbuatan yang menggangu keseimbangan itu merupakan pelanggaran hukum (adat).
Hazairin dalam tulisannya berjudul “Negara tanpa penjara” dalam Tiga Serangkai Tentang Hukum menulis bahwa dalam masyarakat tradisional Indonesia tidak ada pidana penjara.
Hukum pembuktian pada masyarakat tradisional Indonesia searing digantungkan pada kekuasaan Tuhan.
1) Bentuk – bentuk sanksi hukum adat (dahulu) dihimpun dalam Pandecten van het Adatrecht bagian X yang disebut juga dalam buku Supomo tersebut, yaitu sebagai berikut :Pengganti kerugian “immaterial” dalam pelbagai rupa seperti paksaan menikahi gadis yang telah dicemarkan.
2) Bayaran “uang adat” kepada orang yang terkena, yang berupa benda yang sakti sebagai peganti kerugian rohani.
3) Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran gaib
4) Penutup malu, permintaan maaf
5) Pelbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati.
6) Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang diluat Tata Hukum.